Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) mengambil langkah tegas dengan melarang pengibaran bendera One Piece pada momen nasional tersebut.

Pemkab Blitar menegaskan bahwa bendera bergambar tengkorak khas anime One Piece, yakni Jolly Roger, tidak boleh dikibarkan di wilayah Blitar saat peringatan kemerdekaan. Apabila ditemukan pelanggaran, pihak Bakesbangpol menyatakan akan memanggil pihak yang bersangkutan untuk diberikan pemahaman dan teguran.

“Kita akan panggil untuk diberi peringatan dan pemahaman,” ujar Setiyana, Kepala Bakesbangpol Kabupaten Blitar, dalam sebuah siaran radio.

Baca juga:  Penghematan Anggaran, Pembangunan Tahap 3 Lapas Blitar Tertunda

Setiyana menjelaskan bahwa meskipun bendera tersebut sering dikaitkan dengan makna kebebasan, kesetiaan, dan perlawanan, namun menurutnya, simbol tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ingin diangkat dalam peringatan kemerdekaan Indonesia.

Ia berharap masyarakat Blitar tidak terprovokasi atau memprovokasi dengan mengibarkan bendera yang dinilai kurang tepat secara simbolik.

“Yang jelas kami juga tidak menghendaki adanya itu di Kabupaten Blitar,” tegasnya.

Warga Keberatan: Simbol Kritik, Bukan Bentuk Perlawanan

Kebijakan pelarangan tersebut menuai beragam reaksi dari masyarakat. Sejumlah warga menilai langkah Pemkab terlalu berlebihan. Mereka menilai pengibaran bendera One Piece bukanlah bentuk ancaman, melainkan simbol kritik terhadap kondisi sosial dan pemerintahan saat ini.

Baca juga:  Pemkot Blitar Bangun GOR Beladiri Mastrip, Siapkan Dana Rp3,4 Miliar

“Kita tetap nasionalis kok, tapi menurut saya itu berlebihan karena pengibaran bendera One Piece itu kan hanya sebagai simbol kritik terhadap pemerintah sekarang agar berbenah,” ungkap Harianto, salah satu warga Blitar.

Selain menyayangkan pelarangan tersebut, masyarakat juga menyoroti rencana pemanggilan warga yang kedapatan mengibarkan bendera One Piece. Menurut mereka, langkah itu dapat mencederai kebebasan berpendapat di tengah masyarakat.

“Kalau sampai dipanggil atau bahkan diproses hukum itu aneh sih. Sebuah bentuk pengekspresian justru direspons dengan ancaman pemanggilan. Bentuk kebebasan berpendapatnya di mana? Toh kita juga tetap mengibarkan bendera merah putih,” tegas Harianto. (HEV/YUN)

Iklan