Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Blitar mengingatkan Wali Kota Syauqul Muhibbin untuk segera menangani permasalahan serius yang sedang melanda RSUD Mardi Waluyo. Rumah sakit milik pemerintah daerah ini tengah berada di ambang krisis keuangan dengan total utang mencapai Rp12 miliar yang sebagian besar merupakan hak-hak pegawai yang belum dibayarkan.
Agus Junaidi selaku Ketua Komisi 1 DPRD Kota Blitar menegaskan pentingnya perhatian kepala daerah terhadap persoalan ini. Ia menyarankan agar Wali Kota Blitar turun langsung ke lapangan, bahkan hingga ke level paling bawah untuk memahami dan menyelesaikan masalah yang ada.
“Saya menyarankan agar Wali Kota terjun langsung, mulai dari melihat kondisi tukang parkir karena hak-hak pegawai yang belum dibayar itu mencapai Rp12 miliar,” ujarnya pada Jumat (23/5/2025).
Menurutnya, kondisi keuangan RSUD Mardi Waluyo sangat memprihatinkan karena pendapatan rumah sakit terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Di sisi lain, pengeluaran rumah sakit terus meningkat sehingga menyebabkan ketimpangan yang signifikan. “Ini harus menjadi fokus karena RSUD adalah salah satu sumber pendapatan terbesar pemerintah kota,” lanjut Agus.
dr. Muhammad Muchlis sebagai Direktur RSUD Mardi Waluyo membenarkan bahwa dalam dua tahun terakhir rumah sakit mulai mengalami defisit. “Selama dua tahun terakhir, kami mulai mengalami defisit karena pendapatan tidak mampu mengimbangi pengeluaran. Ini artinya kami kalah dalam sisi bisnis,” jelasnya.
Penurunan tersebut diperparah oleh menurunnya jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit yang berdampak langsung pada pendapatan dari klaim BPJS.
Muchlis mengibaratkan kondisi keuangan rumah sakit seperti rumah tangga yang terus menerus mengalami pengeluaran besar tanpa adanya pemasukan yang seimbang. “Kalau dalam rumah tangga pengeluaran terus meningkat, sementara pendapatan menurun atau tetap, ya pasti lama-lama akan tekor dan kolaps,” katanya.
Saat ini, pendapatan tahunan RSUD Mardi Waluyo hanya berkisar antara Rp90 miliar hingga Rp98 miliar yang tidak cukup untuk menutupi seluruh biaya operasional rumah sakit. Ketidakseimbangan ini membuat kondisi keuangan rumah sakit semakin memburuk dan terancam bangkrut sepenuhnya. (IND/SAN)




