Keberhasilan dalam pekerjaan selalu didasari oleh konsistensi terhadap bidang yang ditekuni. Hal ini juga berlaku untuk keterampilan membuat gerabah dari tanah liat yang dikerjakan oleh pasangan suami istri, Muhtaromin (45) dan Dewi Laila (39) di Dusun Precet, Desa Plumpungrejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar.
Dusun Precet merupakan pusat utama pembuatan gerabah dari tanah liat di Kabupaten Blitar. Seni kerajinan gerabah telah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu di lingkungan Dusun Precet.
Hingga saat ini, tradisi pembuatan gerabah masih terus berlanjut secara turun-temurun. Hampir 80 persen dari penduduk Dusun Precet adalah pengrajin gerabah atau sekitar 200 KK. Hal inilah yang mendorong pasangan tersebut untuk fokus pada pembuatan gerabah.
“Salah satu motivasi kami untuk konsisten membuat gerabah adalah untuk memastikan bahwa warisan dari nenek moyang kami tetap lestari. Selain itu, kerajinan ini juga menjadi sumber pendapatan utama bagi kami,” ungkap Muhtaromin pada Rabu (8/5/2024).
Muhtaromin menceritakan bahwa awalnya produksi gerabah tempat makan untuk kelinci tidaklah semudah yang terbayangkan. Dia pernah mengalami kesulitan menjual produk tersebut selama 6 bulan pada awal-awal produksi.
Namun, Muhtaromin tidak menyerah dan terus melakukan produksi gerabah tempat makan untuk kelinci.
“Justru selama masa pandemi, permintaan gerabah tempat makan untuk kelinci meningkat pesat. Saya bahkan kesulitan memenuhi semua permintaan dan harus menolak beberapa pesanan,” tambahnya.
Menurutnya, kedatangan pandemi Covid-19 ke Indonesia tahun 2020 memberikan keuntungan besar bagi pengrajin gerabah di Dusun Precet. Permintaan terhadap kerajinan gerabah, khususnya pot bunga dan tempat makan kelinci mengalami kenaikan tajam sejak awal pandemi.
Hampir seluruh pengrajin gerabah di Dusun Precet fokus pada produksi pot bunga karena permintaan yang sangat tinggi dari para pelanggan saat pandemi. Bahkan, produksi tempat makan kelinci milik Muhtaromin meningkat sekitar 700 persen selama masa pandemi.
“Selama pandemi, pembatasan keluar rumah mendorong orang untuk mencari kegiatan di rumah, termasuk menanam bunga dan merawat hewan,” ungkapnya.
Saat ini, aktivitas ekonomi seputar pembuatan gerabah di Dusun Precet telah kembali normal. Tidak semua pengrajin fokus pada pembuatan pot bunga. Mereka yang biasanya memproduksi peralatan dapur kembali memusatkan perhatian pada jenis gerabah tersebut.
Namun, produksi tempat makan kelinci milik Muhtaromin tetap ramai pesanan hingga saat ini. Setiap bulan, ia rata-rata masih mampu memproduksi sebanyak 1.500 tempat makan kelinci untuk dijual.
Permintaan besar untuk tempat makan kelinci biasanya berasal dari Surabaya, Mojokerto, Tangerang, dan Bekasi, sementara pesanan eceran lebih banyak dari Batu, Malang, Tulungagung, dan Kediri.
Selain memproduksi tempat makan kelinci, mereka juga membuat cobek untuk sambal gami atau sambal bakar. Dalam sebulan, pasangan tersebut memproduksi cobek sambal gami antara 800-900 biji.
“Mayoritas penjualan cobek sambal gami kami menuju ke luar pulau seperti Makassar, Manado, Kalimantan, dan Sumatera,” kata Muhtaromin.
Harga jual untuk tempat makan kelinci dan cobek sambal gami bervariasi tergantung pada ukuran dan kualitasnya. Mereka menjual tempat makan kelinci dan cobek mulai dari harga terendah Rp1.500, Rp2.500, Rp5.000 hingga harga tertinggi untuk kualitas terbaik Rp45.000 per biji.
“Rata-rata omzet kami dari penjualan kerajinan gerabah bisa mencapai Rp8 juta sampai Rp12 juta per bulan,” ungkap Muhtaromin.
Muhtaromin biasanya memproduksi kerajinan gerabah hanya bersama istrinya. Mereka hanya menambah pekerja jika ada pesanan besar dan pelanggan meminta agar pesanan terselesaikan dengan cepat.
“Saat menambah pekerja, kami lebih suka memilih yang sudah memiliki keterampilan dalam membuat kerajinan gerabah, biasanya keponakan kami sendiri,” tambah Muhtaromin.
–
Editor: Indo Guna Santy