Kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang pendeta berinisial DKBH (69) dari salah satu gereja di Kota Blitar, Jawa Timur, akhirnya terungkap setelah sekian lama tersembunyi. Ironisnya, korban dari perbuatan tak senonoh itu adalah empat anak perempuan dari sopir pribadinya sendiri, yakni FTP (17), GTP (15), TTP (13), dan NTP (7).

Sang ayah yang berinisial T menceritakan awal mula ia mengenal DKBH. Menurutnya, pertemuan pertama terjadi pada Desember 2021, saat ia ditawari pekerjaan sebagai sopir oleh pendeta tersebut. Tak hanya itu, DKBH juga menyediakan sebuah tempat tinggal di kontrakan belakang gereja untuknya dan keempat anaknya.

Namun pada tahun berikutnya, karena penjaga gereja wafat, keluarga T diajak untuk tinggal di dalam kompleks gereja. T menerima tawaran itu. Dan sejak saat itu, mereka tinggal satu atap bersama DKBH yang dianggap seperti keluarga sendiri.

Setelah beberapa tahun tinggal bersama, anak tertua T bernama FTP, akhirnya memberanikan diri membuka suara mengenai perlakuan tidak pantas yang ia alami. FTP memutuskan pergi bersama seorang temannya ke Kediri dan menolak kembali ke gereja. Saat T menjemput putrinya di sana, FTP akhirnya menceritakan apa yang dialaminya selama ini.

Baca juga:  Rumah Bidan Senior di Blitar Dibobol Maling, Emas 1,5 Kg dan Uang Tunai Berhasil Dibawa Kabur

“Ayah, bagaimana mungkin Ayah membiarkan aku terus tinggal bersama orang yang merusakku. Aku merasa kotor karena perlakuan pendeta itu selama bertahun-tahun,” ujar FTP.

Ia mengaku bahwa bagian tubuhnya yang sensitif sering disentuh oleh DKBH. Selain itu, pelaku juga beberapa kali memandikannya dan mengajaknya berenang, yang menurut FTP sudah sangat melampaui batas.

T yang terpukul oleh pengakuan anaknya langsung membawa FTP kembali ke Blitar. Setibanya di sana, ia langsung mengonfrontasi DKBH mengenai tuduhan tersebut. T mengisahkan bahwa pendeta itu tidak membantah dan malah menyampaikan penyesalan.

“Saya khilaf, bukan bermaksud buruk. Itu bentuk kasih sayang saya, karena dia anak yatim,” ujar DKBH saat itu, menurut penuturan T.

Meski demikian, T tidak puas dengan jawaban itu. Ia mengusulkan agar diadakan rapat gereja untuk membahas persoalan ini secara terbuka. Rapat tersebut akhirnya terlaksana dengan dihadiri oleh DKBH selaku ketua gereja, istrinya yang menjabat sebagai wakil ketua, serta tiga orang anggota lainnya.

Baca juga:  Keluar dari PKB, Bambang Kawit Daftar Cawalkot Blitar Lewat PDIP

Dalam pertemuan itu, DKBH mengakui perbuatannya di hadapan seluruh peserta rapat. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, ia memutuskan untuk tidak memberikan khotbah selama tiga bulan.

Tak lama setelah itu, FTP mengungkapkan bahwa adik-adiknya juga mengalami perlakuan serupa. T yang mendengar pengakuan tersebut segera mencari tahu kebenarannya dengan menggali informasi dari ketiga anaknya yang lain. Setelah didesak, ketiganya pun mengakui bahwa mereka juga menjadi korban.

T yang merasa geram segera melaporkan tindakan keji itu ke pihak berwajib. Namun, ia justru mendapat ancaman yang membuatnya merasa tertekan.

“Saya sempat diajak damai, tapi sambil ditakut-takuti. Katanya, kalau saya tetap melapor, hidup saya akan menderita. Anak-anak tak akan bisa sekolah dan saya akan tidur di pinggir jalan,” jelas T. Karena ketakutan, T akhirnya menarik kembali laporannya.

Baca juga:  Kakek Asal Gandusari Blitar Cabuli Kedua Cucunya, Ini Kronologinya

Namun, perjuangan T tidak berhenti di situ. Ia bertemu dengan seseorang yang menawarkan bantuan hukum dan membawanya ke Jakarta untuk menghubungi tim pengacara Hotman 911.

Sayangnya, orang itu tiba-tiba mundur dan tak lagi membantu. T menduga orang tersebut telah diberi uang oleh pihak pelaku untuk menghentikan upayanya. Meski begitu, semangat T untuk mencari keadilan bagi anak-anaknya tidak padam. Ia tetap berupaya menghubungi tim Hotman Paris.

Kini, kasus tersebut telah kembali dilaporkan ke Polda Jawa Timur. Namun hingga saat ini, laporan tersebut belum naik ke tahap penyidikan. Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum korban pun angkat bicara dan meminta agar pihak kepolisian segera mengambil tindakan.

“Kami meminta Kapolda Jawa Timur dan jajaran terkait untuk menindaklanjuti kasus ini dengan serius. Sampai hari ini laporan dari Bareskrim belum naik ke tahap penyidikan dan ini sangat kami sesalkan,” tegas Hotman. (IND/SAN)

Iklan