Indonesia kini tengah mempercepat langkah menuju energi hijau melalui pengembangan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dicampur dengan etanol. Pemerintah secara resmi menetapkan kebijakan mandatori campuran etanol 10 persen (E10) sebagai bagian dari strategi untuk menekan emisi karbon serta mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak.

Kebijakan ini diumumkan oleh Bahlil Lahadalia selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) setelah mendapatkan restu dari Presiden Prabowo Subianto. Dalam konferensi pers di Jakarta, Bahlil menyampaikan bahwa Presiden telah memberikan persetujuan atas penerapan kebijakan etanol 10 persen dalam BBM.

Ia menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan upaya memperkuat kemandirian energi nasional dan mendukung lingkungan yang lebih bersih. “Presiden sudah menyetujui agar pencampuran etanol sebesar 10 persen dapat segera direncanakan dan diterapkan,” ujar Bahlil pada Selasa (7/10).

Baca juga:  Jadi Hal yang Krusial, KPU Perlu Transparan Terkait Keamanan Sistem Data Pemilu

Menurutnya, penerapan E10 akan membantu Indonesia mengurangi impor BBM sekaligus menghasilkan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan tren global, di mana banyak negara telah lebih dulu menggunakan campuran etanol. Ia mencontohkan bahwa Brasil bahkan telah menerapkan campuran hingga 27 persen, sementara di Amerika Serikat dan India memiliki rata-rata campuran mencapai 20 persen.

“Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kualitas bensin sekaligus menurunkan emisi gas buang sebagai bagian dari komitmen Indonesia menuju net zero emission 2060,” terang Bahlil.

Baca juga:  Samanhudi Anwar Tegaskan Dukungan Pasangan SAE di Pilwali Blitar

Sementara itu, Simon Aloysius Mantiri selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) menyatakan bahwa pihaknya siap menjalankan kebijakan pemerintah terkait penerapan E10.

“Kami sudah memiliki produk Pertamax Green 95 dengan campuran lima persen etanol sebagai bentuk kesiapan menuju E10,” ungkap Simon. Ia menambahkan, penerapan ini akan menjadi langkah lanjut setelah keberhasilan program B40 yang sudah berjalan di sektor biodiesel.

Di sisi lain, Eniya Listiani Dewi selaku Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) menjelaskan bahwa kendaraan di Indonesia umumnya telah kompatibel dengan campuran etanol hingga 20 persen (E20).

Baca juga:  Wali Kota Blitar Tegaskan SPMB Harus Transparan: Tak Ada Titip Kursi!

Namun, pemerintah belum akan langsung menerapkan E20 karena masih mempertimbangkan ketersediaan bahan baku etanol dari hasil pertanian dalam negeri seperti jagung dan tebu.

Pemerintah berharap bahwa implementasi kebijakan E10 ini tidak hanya mempercepat pembangunan ekosistem biofuel nasional, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi sektor pertanian. Dengan memanfaatkan bahan baku lokal, Indonesia diharapkan mampu menciptakan energi yang lebih bersih, mandiri, dan berkelanjutan demi masa depan yang lebih hijau. (IND/SAN)

Iklan