Halo Blitar – Blitar merupakan salah satu wilayah di Provinsi Jawa Timur yang terbagi menjadi dua administratif, yakni kota dan kabupaten. Pusat pemerintahan Kabupaten Blitar sendiri berada di Kecamatan Kanigoro. Pada tahun 2020, penduduk Kabupaten Blitar mencapai 1.223.745 jiwa dengan kepadatan 770 jiwa/km persegi.

Nama Blitar dipercaya masyarakat berasal dari frasa ‘bali dadi latar’ atau dalam Bahasa Indonesianya berarti ‘kembali jadi halaman’. Kata tersebut diteriakkan oleh Prabu Lembu Suro ketika meregang nyawa di sumur yang dibuatnya sendiri sebagai mahar untuk Dewi Kilisuci, Putri Kerajaan Kediri.

Kabupaten Blitar juga dialiri Sungai Brantas yang menjadi sungai terpanjang kedua di Jawa Timur setelah Bengawan Solo. Tidak hanya itu saja hal-hal menarik yang ada di Kabupaten Blitar. Berikut ini adalah beberapa fakta menarik seputar Kabupaten Blitar yang dilansir dari Liputan6.com.

Hari Jadi Kabupaten Blitar

Hari Jadi Kabupaten Blitar

Kerajaan Majapahit pada periode 1316 – 1317 mengalami carut-marut karena terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Kuti dan Sengkuni. Hal ini membuat Raja Jayanegara harus menyelamatkan diri ke desa Bedander di Kabupaten Blitar yang kini menjadi desa Dander, Kabupaten Bojonegoro.

Baca juga:  Bocah Korban Perkosaan Ayah Kandung di Blitar Ingin Kembali Sekolah

Misi penyelamatan diri itu mendapatkan pengawalan pasukan Bhayangkara dibawah pimpinan Patih Gajah Mada. Berkat siasat dari Gajah Mada, Jayanegara bisa kembali naik tahta dengan selamat. Sementara Kuti dan Sengkuni berhasil diringkus dan dihukum mati. Karena mendapatkan sambutan hangat dan perlindungan ketat dari penduduk Desa Bedander, Jayanegara pun menghadiahi mereka sebuah prasasti.

Pemberian prasasti tersebut adalah peristiwa penting sebab menjadikan Blitar berada di bawah naungan Kerajaan Majapahit, namun bisa mengatur pemerintahannya sendiri. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi tepat di hari Minggu Pahing bulan Srawana tahun Saka 1246 atau 5 Agustus 1324, sesuai dengan tanggal yang tertulis pada prasasti. Tanggal itulah yang akhirnya kini selalu diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Blitar setiap tahun.

Candi di Blitar

Candi di Blitar

Pada masa lalu, Blitar menjadi wilayah penting bagi kegiatan keagamaan terutama Hindu karena letaknya yang strategis. Ada sekitar 12 candi lebih tersebar di Blitar. Candi yang paling terkenal adalah Candi Penataran yang terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok.

Baca juga:  Didirikan 2 Tahun Lalu, Warung Makan Gratis Kota Blitar Tetap Bertahan

Berdasarkan riwayatnya, Candi Penataran dahulunya adalah candi negara atau candi utama kerajaan. Pembangunan candi ini dimulai saat Raja Kertajaya mempersembahkan sima untuk memuja Sira Paduka Bhatara Palah yang berangka tahun Saka 1119 atau 1197 Masehi.

Kemungkinan besar nama Penataran bukanlah nama candinya, melainkan nama statusnya sebagai candi utama kerajaan. Di sebelah timur Candi Penataran, terdapat Candi Plumbangan yang berada di Kecamatan Doko, di mana masyarakat setempet juga menjadikannya sebagai objek wisata.

Tradisi Siraman

Kabupaten Blitar juga masih memegang teguh tradisi terkenal yang selalu digelar masyarakat sekitar hingga saat ini. Tradisi itu adalah tradisi siraman atau jamasan Kiai Bonto. Kiai Bonto merupakan sebuah wayang krucil yang terbuat dari kayu dan berbentuk seperti Togog, salah satu tokoh wayang.

Biasanya, tradisi ini digelar sepaket dengan jamasan Kiai Pradah. Kedua benda itu dipercaya sebagai peninggalan Kerajaan Mataram milik Sunan Prabu Amangkurat III atau Raden Mas Sutikno. Kedua benda itu sampai ke wilayah Blitar Selatan karena dibawa Sang Prabu yang melarikan diri ke arah timur selatan Jawa, akibat perang saudara dengan saudaranya sendiri, yaitu Pangeran Puger.

Baca juga:  70 Anak di Blitar Ajukan Dispensasi Pernikahan Dini Karena Hamil di Luar Nikah

Gong Kiai Pradah ada di daerah Lodoyo, yang sekarang ini Kecamatan Sutojayan. Sedangkan Kiai Bonto ditemukan di Dusun Pakel, Desa Kebonsari, Kecamatan Kademangan. Dua lokasi tersebut hanya berjarak sekitar 25 km. Kiai Bonto tidak hanya terdiri dari satu wayang, melainkan ada tiga buah.

Jamasan gong Kiai Pradah sendiri dilakukan setiap 12 Maulud, pun dengan siraman Kiai Bonto. Masyarakat sekitar menyebut ritual tersebut Gerebeg Mulud. Ritual di Blitar ini konon sudah terlaksana sejak ratusan tahun lalu.

Itulah beberapa fakta menarik dari Kabupaten Blitar. Jika ingin tahu lebih banyak fakta menarik atau informasi lainnya seputar Blitar Raya, kunjungi laman haloblitar.com.

Editor: Luthfia Azarin

Iklan