Inspektorat Blitar Lakukan Audit Laporan Keuangan 220 Desa, Pengadaan Barang dan Jasa Jadi Sorotan
Inspektorat Kabupaten Blitar telah menyelesaikan pengawasan terhadap 220 desa. Selain melakukan audit secara umum, tim juga menelusuri laporan keuangan dari sejumlah desa yang menjadi perhatian. Dari hasil pemeriksaan tersebut, Inspektorat menemukan sejumlah temuan penting, terutama terkait laporan pengadaan barang dan jasa.
Inspektur Kabupaten Blitar, Rully Wahyu Prasetyowanto, menyatakan bahwa dari ratusan desa yang diaudit, tidak semua memiliki laporan keuangan yang tertata dengan baik. Beberapa desa tercatat memiliki temuan yang harus segera diperbaiki untuk mencegah potensi tindak pidana korupsi.
“Dari hasil audit terdapat beberapa temuan yang harus ditindaklanjuti oleh desa. Temuan itu terkait tata kelola keuangan desa seperti pertanggungjawaban, pengadaan barang dan jasa, serta hal lainnya,” jelas Rully pada Selasa (9/12/2025).
Pengadaan barang dan jasa di tingkat desa selama ini memang menjadi sektor yang kerap disorot. Area ini dikenal rawan penyimpangan, mulai dari praktik markup harga, penunjukan rekanan tanpa proses tender yang transparan, hingga spesifikasi barang yang tidak sesuai dengan laporan pertanggungjawaban.
Temuan tersebut menimbulkan kekhawatiran publik mengenai efektivitas penggunaan Dana Desa yang seharusnya dapat meningkatkan pembangunan infrastruktur serta kesejahteraan masyarakat.
Rully juga mengungkapkan bahwa sebagian besar desa yang bermasalah disebabkan oleh ketidaktahuan atau kurangnya kompetensi teknis perangkat desa dalam mengelola keuangan.
“Sebagian besar karena ketidaktahuan. Nantinya, akan kami pelajari apakah temuan yang sama terjadi berulang. Kalau berulang, tentu akan kami analisis lebih lanjut. Harapannya, setelah adanya temuan ini, tidak terjadi pengulangan,” ujarnya.
Hasil audit tersebut memberikan tekanan kepada perangkat desa yang terindikasi memiliki masalah. Mereka berkewajiban untuk segera memperbaiki tata kelola keuangan dan menjalankan rekomendasi dari Inspektorat. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah munculnya praktik korupsi.
Jika perbaikan tidak dilakukan sesuai batas waktu, Inspektorat memiliki kewenangan untuk meningkatkan status temuan tersebut.
“Melalui monitoring, evaluasi, dan Klinik Desa, kami berharap tidak terjadi tindak pidana korupsi,” tegas Rully. (HEV/YUN)



