Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional yang diadakan setiap 2 Mei, tepat hari ini Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim mengkritik sistem tata kelola guru yang belum terlaksana dengan baik.

Menurut Satriawan, Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) belum memberikan solusi yang efektif. Indonesia saat ini tengah menghadapi kekurangan guru ASN di berbagai sekolah negeri. Diperkirakan akan mencapai 1,3 juta guru hingga tahun 2024 mendatang.

Dalam webinar ‘Hari Pendidikan Nasional 2023: Wajah Pendidikan Kini: Filosofi, Orientasi, Kebijakan dan Praktik’ yang berlangsung di Jakarta, Senin (1/5/2023), Satriawan mengungkap bahwa rekrutmen ASN terutama dalam kelompok P3K berlangsung sangat amburadul. Selain itu, perlakukan negara terhadap mereka juga tidak profesional, sesuai dengan UU ASN.

Baca juga:  Berani Produksi dan Pasarkan Petasan Lewat Medsos, 3 Warga Malang Dibekuk

Satriawan juga mengangkat salah satu permasalahan lain, yakni belum terpenuhinya target rekrutmen 1 juta guru honorer menjadi guru P3K. “Dalam tiga tahun terakhir, baru tercapai sekitar 600 ribu rekrutmen. Kebanyakan guru honorer yang sudah menunggu selama belasan tahun, tetapi proses rekrutmen tahun 2022-2023 sangat tidak teratur,” tuturnya.

Kesejahteraan Guru ASN juga Masih Menjadi Masalah

Tidak hanya masalah rekrutmen, Satriawan pun mengkritik kesejahteraan guru P3K yang belum memadai, khususnya dalam aspek gaji. Satriawan mengungkap, ada guru ASN yang telah mengajar hingga belasan tahun, namun belum menerima gajinya. Seperti di daerah Bandar Lampung, Papua dan Kabupaten Serang.

Baca juga:  Kosongnya Regulasi AI di Indonesia, Antara Peluang dan Ancaman

Ia juga mempertanyakan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memberikan kontrak kepada guru P3K hanya dalam jangka waktu satu tahun. Hal ini tentu tidak memungkinkan adanya pengembangan karir yang menunjang.

“Provinsi NTT dan NTB saja berani memberikan kontrak kepada guru P3K selama lima tahun. Sedangkan DKI Jakarta yang memiliki APBD tertinggi di Indonesia hanya memberikan kontrak satu tahun,” jelas Satriawan.

Satriawan turut membandingkan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Ia mengkritik minimnya keterlibatan publik dalam pembuatan RUU sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga:  Heboh! Orang Tua Pembuang Bayi di Blitar Ternyata Pemuda yang Menemukannya

“Bagaimana bisa menerima RUU Sisdiknas, jika kesejahteraan guru tidak termaktub jelas di dalamnya? UU No. 5 Tahun 2014 sangatlah berpihak terhadap guru. Hanya saja implementasinya yang buruk,” pungkasnya.

Editor: Luthfia Azarin

Iklan